DISKUSIKU
DENGAN SAHABAT (PAMONGPRENUER)
Tulisan ini di tujukan
untuk menjawab atas pertanyaan Bung Adima yang di tertuang dalam tulisan beliau
tempo hari.
Dan kemudian Bung
bertanya ini sekolah bisniskah? Atau sekolah
pemerintahankah? Saya jawab ini adalah sekolah pemerintahan. Sudah jelas
tertera dalam nomen klatur sekolah ini.
Namun saya tegaskan pemerintahan disini adalah pemerintahan dalam arti luas
bukan hanya arti pemerintahan dalam kardus susu bubuk saja. Sekolah ini
membentuk kader pemimpin di masa depan pemimpin yang berkarakter kuat. Di
sekolah ini lah di mana di bebankan kepada setiap benaknya peserta didik
cita-cita proklamasi 17 agustus 45 dan amanat UUD45.
Oleh karena itu segala
kebutuhan dan keperluan peserta didik di sekolah ini di penuhi oleh negara dan
selanjutnya sering di sebut anak negara. Ya, anak negara. Sudah pantaslah
jikalau seorang anak membalas budi jasa ibunya walaupun tak akan pernah
terbalas. Mungkin sama dengan hati saya di hati bung Adima pun ada rasa hutang
yang membuncah luar biasa atas jasa negara yang memenuhi kebutuhan kita selama
empat tahun.
Lantas timbul lah
sebuah pertanyaan apa yang bisa kita balas kepada ibu pertiwi? Apa yang bisa
kita beri kepada ibu pertiwi? Apa yang ibu pertiwi butuhkan? Apakah hanya
dengan kita menjadi manusia yang hanya memakai baju kuning apel jam tujuh pagi
dan pulang jam empat sore? Apakah dengan hanya kita menjadi manusia yang hanya
duduk di belakang meja dan membuat konsep kebijakan? Apakah kita hanya menjadi
manusia yang berseragam dan hanya mengatakan muhun pak muhun kepada atasan nya? Sungguh TIDAK masa sekali!!
Yang di butuhkan ibu
pertiwi saat ini adalah seorang yang mencintai tanah airnya sepenuh hati rela
mengorbankan jiwa dan raganya untuk kemaslahatan umat, kemaslahatan Bangsa
Indonesia. Dengan tetap setia kepada cita-cita proklamasi 17 agustus 45dengan
mewjuudkan statewalfare yang utuh di
bumi pertiwi ini. Dengan menjadikan negara ini bahagia dan membahagiakan negara
lain. Dengan menjadikan negara ini tertolong dan menolong negara lain.
Untuk itu dengan posisi
kita sebagai birokrat -insya Allah- kita sudah semestinya mewujudkan apa yang
di butuhkan ibu pertiwi. Janganlah kita menutup mata sudah banyak sekali musuh
dalam selimut di negeri ini. Sudah banyak sekali anak bangsa yang mencoreng
muka ibu pertiwi, sudah banyak sekali anak bangsa negeri ini yang menjatuhkan
kehormatan ibu pertiwi, dan bahkan sudah banyak anak bangsa yang memperkosa ibu
pertiwi nau’dubillah. Apakah dengan berperang dengan manusia keji seperti itu
kita hanya berjuang dengan tangan kosong? Itu adalah hal yang sangat konyol
sama sekali. Gusti Allah sudah menurunkan figur dan pemimpin di setiap zaman
pada masa manusia mengagungkan dan memuja sihir Allah SWT menurukan Musa
sebagai jawaban, di kala manusia menganggap pengobatan adalah segalanya Allah
menurukan Isa sebagai jawaban. Dan kemudian bagai mana dengan akhir zaman? Di
saat di mana uang adalah segalnya? Di masa ketika manusia melupakan segalanya
untuk uang? Ya sungguh Allah lah Dzat maha Agung Ia menurukan manusia mulya
manusia pujaan jagat raya Muhammad SAW. Apa yang di percontohkan oleh Muhammad
untuk menjawab tantangan zaman? Berdagang ! kuasai bidang ekonomi, kita harus
menjadi kaya. Itu senjata kita untuk berperang di masa ini Rasulullah pun
berdagang dulu baru berjuang,ya berdagang dulu baru berjuang, kaya dulu baru
jaya.
Sekarang mungkin Bung
Adima bisa melihat sendiri berapa banyak bayi yang menangis karena butuh susu
di tanah yang kaya ini. Berapa banyak anak yang kurang gizi di negeri yang kaya
akan lautan ini. Berapa banyak ibu yang menjadi pelacur untuk mencari nasi di
tanah yang subur ini? Sudah banyak sekali.
Kemudian apa kah hanya
dengan kebijakan lalu bayi yang meronta bisa tidur nyenyak karena perut sudah
terisi susu? Apakah hanya dengan Perda mulut yang menganga dengan perut busung
kelaparan bisa sehat? Apakah hanya dengan peraturan pemerintah wanita penghibur
bisa berhenti melacur karena beras di dapurnya sudah cukup? Sama sekali tidak!
Sekarang coba bayangkan
Bung Adima menjadi orang kaya dan menyedekahkan harta kepada sepuluh orang
miskin, kemudian saya bersedekah kepada sepuluh orang miskin, kemudian seribu
lima ratus praja angkatan dua satu setiap orangnya bersedekah kepada sepuluh
orang miskin, kemudian ratusan ribu camat dan lurah setiap orangnya bersedekah
kepada sepuluh orang msikin, kemudian juta-juta PNS setiap orangnya bersedekah
kepada sepuluh orang miskin saja. Apakah masih ada orang yang kelaparan? Itu
yang saya maksud Pamongprenuer. Sudah stop-lah menjadi pegawai yang miskin,
sudah stop-lah menjadi pegawai yang pendapatannya hanya bisa memenuhi setengah
bulan saja dan setengah bulan kemudian mengutang.
Bagaimana kita bisa
bekerja maksimal sedangkan kita lapar?
Bagaiman kita bisa berjuang kalau anak dan istri merana di rumah karena
hutang? Bangaimana kita bisa memberi sedangkan kita pun hanya berharap di beri
gaji dari negara.
Jadilah Pamongprenuer
seorang pelayan masyarakat yang kaya dan dermawan. Seorang abdi yang
mengabdikan dirinya secara total dan tidak berharap pamrih dari negara. Stop
sudah meminta kepada negara, stop sudah numpang makan kepada masyarakat. Sudah
saatnya kita kaya sudah saatnya kita memberi.
Tulisan ini hampir
habis terlepas Bung setuju atau tidak saya tidak pentingkan itu yang saya
pedulikan adalah kita bersama-sama berpegangan tangan berjuang untuk menghapus
air mata di pipi ibu pertiwi.
saya harap bung bisa
membaca dan rela jikalau saya menumpang untuk ikut posting tulisan ini di blog
saudara.karena saya belumpunya dan belum mengerti tentang hal demikian. Dan
saya tunggu jawaban Bung yang selanjutnya. Merdeka !!! Ingat REVOLUSI belum
berakhir!!!